Kamis, 08 September 2011

Pendakian Diluar Rencana



                Akhirnya Liburan sekolah tiba, gw dan teman-teman merencanakan liburan untuk hiking di gunung salak. Karena mendaki adalah hobby gw jadi pastinya gw ikut. Gw yang bernama Andre ini pertama kalinya hiking bareng temen ( biasanya sama ayah ataupun saudara ). Banyak persiapan yang di lakukan gw sebelum berangkat, mulai dari ngumpul bareng buat ngomongin barang yang di bawa sampai penjelasan trek yang di lewati. Poi lah yang menjadi pemimpin perjalanan, hanya dia yang sudah mendaki sampai puncak Gunung salak itu.

                Di hari yang sudah di tentukan gw, Poi dan 5 teman gw yaitu Refi, Rena, Dewi dan Lina berangkat, dengan diantarkan oleh mobil Poi kami menuju ke tempat pertama pendakian. Di hari pertama kami mendaki, tidak banyak yang perlu di ceritakan karena kami banyak melewati pedesaan dan jalan besar yang banyak di lewati orang desa. Barulah di malamnya kami menginap di tenda.  gw dan Refi yang bertugas membangun tenda sedangkan yang cewek beristirahat. Canda tawa dan cerita hantu adalah hal-hal yang kami lewati sepanjang malam dan kira-kira jam 10 kami masuk ke 2 tenda yang gw sama Refi pasang.

                Gw, Refi dan Poi masuk ke salah satu tenda sedangkan Rena dewi Lina masuk ke tenda satunya. Sekitar puku 07.00 pagi kami melanjutkan pendakian setelah kami beres-beres tenda dan sarapan pagi. Menurutku baru inilah pendakian, jalan menuju puncak gunung salak yang sejauh 60 kilo ini sudah melewati hutan-hutan lebat dan jalan setapak yang kecil. Poi berjalan di depan kemudian Rena dilanjutkan Refi dan Tiga belakang Dewi Lina dan gw di paling belakang, begitulah urutan jalan kami setelah makan siang sekitar pukul 12 menuju ke cekpoint pertama kami yaitu Desa Sarwakan.

                Jalan setapaknya begitu kecil sebelah kanan nya pun terlihat tebing yang curam mengarah kekami, di sebelah kiri kami terdapat pemandangan luas mengarah ke pegunungan sebelah gunung yang kami daki dan jurang yang sedalam kira -kira 5 meter. Kami pun berjalan hati-hati namun salah satu kaki lina tersandung dan tubuhnya condong ke arah jurang karena dia sudah hampi jatuh jadi gw memegang tangannya Lina, sedetik kemudian karena gw gak bisa memegangnya, gw dan Lina terperosok ke jurang>

                "waaaaa............." Itu merupakan teriakan Lina yng juga teriakan terakhir yang gw dengar. Beberapa saat tubuh gw di bangunkan seseorang yang ternyata itu teman-teman yang lain ( Poi, Refi, Rena dan Dewi). Mereka menyusul ke tempat gw dan Lina terjatuh di jurang dengan tali. Setelah sadar dari pingsan gw pun tersadar bahwa tubuh gw ini seperti sedang abis tawuran, sakit secara keseluruhan begitu juga dengan lina merasakan hal yang sama. Untung tidak ada kebocoran darah dari tubuh kami ataupun patah tulang saat itu.

                1 jam kemudian kami memulai perjalanan di sini kekacauan mulai terjadi, Poi yang terpaksa turun karena menyelamatkan kami hilang arah, kami berjalan di hutan-hutan yang tidak ada jalan setapak dan menembus semak belukar yang menggelikan gw dan lina yang masih agak pincang berjalan terdapat di posisi tengah sedangkan refi menggantikan posisi gw di belakang. Hari sudah malam sinyal tidak ada, tidak ada pertolongan apapun. Kami bermalam dengan air dan makanan yang minim, kami pun menghematnya.

                Di keesokan hari lebih tepatnya di siang hari ketika sedang ber istirahat semua makanan dan minuman habis, kami tidak menemukan sungai pula selama tersesat "ya sudalah kayanya kita bakal mati disini " kata Lina pasrah " iya yah dah gak ada harapan gw haus banget" sambung Rena. " Jangan menyerah gitu dong gw juga lagi berusaha nyari jalan, mereka yang ada di Desa Sarwakan juga pasti curiga kita gak nyampe" jawab Poi yang dari awal pendakian selalu memegang peta.

                Tiba-tiba terdengar sesuatu dari arah selatan, kira-kira sebelah kanan kami, mereka adalah bala bantuan yang mencari kami sejak kemarin. Kami pun menuju sumber suara tersebut dan untungnya gw dan yang lain bertemu dengan orang-orang yang mencari kami. Semenit kemudian kami saling berpelukan atas keberuntungan ini, lalu kami di bawa ke desa terdekat dan di beri makan dan minum. Karena takut dan trauma dengan ketersestan ini kami pun membatalkan pendakian dan kembali turun gunung untuk pulang.

1 komentar: