Kamis, 08 September 2011

Diary Depresiku




"Sialan.... " Itu merupakan kata terakhir ayah yng di dengar oleh telingaku ini. "Semenjak permasalah itu ( saya juga tidak tahu masalah apa) ayah sering bertengkar dengan Ibu sampai akhirnya Ibu tidak tahan dengan kelakuan suaminya di rumah. Panci, piring bahkan pisau di lempar oleh Ibu untuk menikap muka ayah yang tidak bisa di maafkan itu. Tidak jarang suara itu membuat seisi rumah menjadi seperti tertimpa gempa dan tidak jarang pula mengganggu saya sebagai anak tunggal yang tidak punya saudra kandung ini tergangggu saat belajar. Untuk mendapat kan nilai 6 aja susah apalagi harus diatas KKM ( ketuntasan setiap mata pelajaran), itulah yang aku alami sebagai seorang pelajar di sekolah. Sekolah swasta yang aku tempati sekarang ini telah menvonisku untuk tidak naik kelas ke kelas XI tahun depan.
Walaupun aku telah meminta kepada orang tua ku untuk memanggil guru les tapi permintaan itu bagaikan angin yang berhembus dari telinga kiri ke telinga kanan. Mereka hanya memikirkan pertengkaran mereka, aku pun sebagai anak nya tidak lah tinggal diam, dengan kenyataan seperti ini. Walau harus terdorong oleh ayah, terlempar piring ibu aku setiap harinya harus melerai mereka. Meski ini merupakan hal sia-sia, karena pertengkaran ini akan bersambung di keesokan harinya setelah ayah pulang dari kantornya.  Aku harus bagaimana? Tidak ada cara untuk mereka selain memisahkan keduanya seperti air dan minyak yang telah lama bersatu lalu di pisahkan.

Ya.... Sudahlah tidak usah di pikirkan lagi. Setelah 2 minggu aku memikirkan cara untuk memperbaiki hubungan mereka  Ayah sudah tiada, sebelum ibu ingin menceraikannya ,ayah meminum obat serangga di kamarnya terlebih dahulu. Lalu sejak itu semua berubah, mulai dari suasana di rumah menjadi begitu sepi dan kosong seperti tidak ada kehidupan, karena Ibu terus bekerja untuk menghidupi aku dan dirinya yang sudah hampir bau tanah itu. Ya ini tidak berlangsung lama kekosongan kepala keluarga dirumah akhirnya menjadi lebih suram dan hening ketika ibu dan aku memberi rumah ku kepada dept kolektor, yang menagih utang-utang ayah yang begitu banyak.

Diakhir bulan setelah sepeninggal ayah kami pindah menuju ke tempat yang lebih kecil dari rumah kami sebelumnya. Namun karena ibu hanya mempunyai uang untuk kehidupan sehari-hari, aku pun terpaksa untuk putus sekolah dari sekolah swasta aku itu. Tapi berbagai masalah terjadi ketika kami pindah ke rumah kecil itu, usaha dagang nasi goreng Ibu yang setiap harinya aku ikut membantu memasak akhirnya bangkrut karena rasanya yang tawar. Sedangkan kami harus menyetor uang sewaan kepada pemilik rumah kecil yang kami tempati. Pada akhir ketika ibu tidak tahan dengan masalah yang datang bertubi-tubi menimpa kami, Ia pun mengikuti cara suaminya yang sangat berdosa dimata tuhan itu. Dengan tindakan yang di lakukan oleh orang tua ku memang membuat ku lebih menderita, tidak ada keluarga dan saudara ku yang menerima ku selayaknya anak mereka. Mereka hanya membirkan kan ku seperti ini.... Ya..... Seperti ini. Sebagai anak jalan.......

"Hah....... Ternyata hanya mimpi masa lalu ku" aku terbangun dari meja bar sisa mabuk semalam. Iya, memang aku selalu membeli botol berisi alkhohol 7% untuk menghilangkan ingatan masa lalu ketika aku masih melihat, mendengar merasa pertengkaran mereka dirumah menusuk jauh di lubuk hati ku ini. Bahkan untuk melupakan mereka aku hampir ingin bunuh diri dengan menggoreskan kaca di lenganku ini. Sekitar pukul sepuluh aku membayar minuman ku dari uang mencuri ku di bank kemarin dan keluar dari bar tersebut.

Aku pun berjalan dengan tenang dengan memakai sebuah kaos , jaket , celana jin dan tas tenteng yang kira-kira sebesar tas sekolah yang berisi uang curian. Aku mencuri karena untuk memenuhi kebutuhan hidupku termasuk membeli alkhohol itu dan beberapa barang haram lainnya.   Aku berjalan melalui jalan kecil yang tidak tahu kemana arahnya, aku mengambil jalan ini karena sekarang aku menjadi buronon yang dikejar polisi. Sepanjang jalan aku melihat sebuah keluarga yang ceria berada didalam sebuah rumah.

Dengan canda tawa dan terasa sekali kehangatan yang terjadi saat itu. Sesekali aku berkata pada hati ku ini "kapan aku seperti dulu lagi? dan ke luar dari perangkap depresi ku ini, aku iri pada kalian yang mempunyai banyak ketentraman dan kenyamanan didalamnya" tapi itu percuma saja sekarang aku dan diriku ini sudah tidak memiliki harga diri lagi dan aku ini juga buronan yang ingin di jebloskan ke dalam penjara. Maka Tidak lah heran aku berjalan dengan jantung yang berdebar-debar dan keringat yang sesekali menucur merintik di wajah ku ini sambil mengingat-ngiat kesalahan ku kemaren dan berbagai ke irian ku ingin kembali ke masa lalu

Belum selasai aku memikirkan kesalahan itu. Tiba-tiba seseorang meneriakan "Itu dia orangnya" aku pun melihat kebelakang, ternyata orang tersebut adalah seseorang yang aku kenal. Dialah yang penjaga bank yang aku curi kemarin dengan luka di kakinya karena aku pukul dan ditemani 2 orang polisi di sisi kanan dan kirinya. Setelah sedetik aku terkejut melihat mereka aku langsung berbalik arah dan lari secepatnya. Lalu dua polisi itu ikut mengejar, aku lari dengan cepat tanpa tujuan yang jelas di jalan sempit itu, tidak jarang aku menyenggol seseorang sampai terjatuh atau pun menumpah kan jualanan orang yang sedang jualan di jalan tersebut.

Akhirnya setelah berlari beberapa lama aku sampai di tempat yang luas seperti lapangan sepak bola, lalu aku terjatuh dan sesuatu menancap dikakiku sehingga aku tidak bisa berdiri. Aku pun panik karena polisi yang mengejarku itu semakain dekat dan dekat. Sekarang polisi itu sudah tinggal 2 meter di depan ku. Karena aku sudah tidak bisa berdiri dan hanya terlentang pasrah di lapangan itu, aku mengeluarkan pistol yang aku ambil dari penjaga bank tadi. Lalu tanpa berfikir panjang "door.... Door..." Dua peluru aku tembakan ke polisi tersebut, seketika kedua polisi tersebut tewas di depan aku dengan peluru di kepala dan di perutnya. Aku langsung gemeratan melihat kedua mayat polisi itu tegeletak tepat di depan kaki ku.

Aku langsung kabur takut ketahuan oleh penduduk sekitar. " Apa yang telah ku lakukan? Aku telah membunuh dua orang manusia yang tidak bersalah itu" aku merasa sangat bersalah sekali tentang kejadian ini. Aku menjadi buronan yang lebih berbahaya sekarang. Setelah beberapa ratus meter aku lari di gang sepit dengan luka di kakiku ini. Aku kembali ke jalan besar yang tidak jarang aku lewati. Dengan nafas yang tersengal-sengal dan hati yang sedih telah membunuh orang aku melihat di depan ku sekolah ku.

 Ternyata jalan itu, jalan yang sering aku lihat di depan sklh ketika aku masih sekolah dulu.
Perasaan ku menjadi sangat sedih, teringat masa sekolah dulu bersama teman2 belajar, bermain atau nakal bersama di sekolah. Karena hari itu hari minggu tidak ada siswa dan penjaga di sekolah, aku pun langsung memanjat pagar sekolah dan masuk ke dalam. Tidak ada pikiran kalau aku ini buronan, ingatan ku kembali ke masa lalu dimana aku masih di sklh swasta ini. Sudah sekitar 3 bulan aku meninggalkan sekolah.

Didalam sekolah aku langsung menyusuri koridor demi koridor sekolah. Setiap aku berjalan dalam kesakitan tertancap paku di koridor, kelas demi kelas aku teringat kenangan dengan teman-teman, aku pun selalu meneteskan mata ketika kenangan itu mengalir di kepala ku. Hingga aku mencapai kelas dimana terakhir kali nya aku betemu temanku, di depan pintu yang tertulis X-1 aku terdiam dalama lamunan kenangan .

Selanjutnya aku masuk kekelas itu. Di dalam aku duduk dimana terakhir aku duduk di kelas dan menangis sedemikan sedih dengan ke adaan ini. Disini aku menjadi depresi berat akan kesalahanku selma ini. Tanpa di sadari aku meminum obat serangga ku yang ada di kantong celana ku, penglihatan semakin lama semakin kabur dan tidak terlihat lagi tepat  5 menit setelah meminum obat itu. Lalu aku terjatuh dan tertidur di depan meja yang aku duduki. Setelah beberapa lama aku terbangun dan betapa kagetnya melihat ayah dan ibu ku di depan meja ini. Aku melihat mereka dengan wajah yang amat marah dan tanpa sepatah kata mereka ucapkan. Tiba-tiba mereka menarikku dan mengajak ku keluar ke luar kelas, namun setengah perjalanan aku mengok ke belakang, aku melihat badan ku masih terlihat tergeletak di meja itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar