Sabtu, 18 Februari 2012

Ciuman Pertamaku yang Berbahaya

Brak... seseorang memecahkan sebuah gelas. Dan itu merupakan pekerjaan tambahan untukku. Lalu aku mengambil sebuah kain pel untuk membersihkan air yang tumpah dan membiarkan tanganku bersentuhan dengan beling yang dapat membuat tanganku berdarah itu. “Makasih mas” kata seorang cewek yang aku pikir dia yang memecahkan gelas. “Iya sama-sama” kataku pelan. Ia pun melanjutkan obrolannya dengan teman-temannya.
Mungkin itu pengalaman yang perlu dicatat untuk hari ini. Aku pulang lalu belajar untuk ulangan ku besok. Boleh dibilang aku adalah orang yang paling sibuk dari semua teman-temanku. Setelah orang tuaku meninggal, aku hidup sendiri dan mencari uang untuk kuliah. Untungnya kuliah ku ini per-SKSnya tidak lah malah jadi sisa hasil uang kerjaku bisa aku tabung.
Keesokan harinya.....
                “Eh lu bisa mo ulangannya” kata Rendi, teman satu fakultasku. “Ya begitulah di, susah-susah gampang” jawabku dengan enteng. Tiba-tiba Hafiz menghampir ku dengan tergesa-gesa. “Kenapa lu coi, dikejar anjing” ujar aku. Lalu Ia menggelengkan kepalanya, “Ngak ini loh Mo, teman gue ada yang minta dibikinin rumah pakai AutoCad gitu. Lo bisa gak?”
“Ya gue si bisa aja, emang itu siapa?” tanyaku dengan penuh penasaran. Ia langsung mempertemukan orang itu kepada ku. Aku pun setengah mati melihat cewek yang sekarang sedang dihampiri aku dan Hafiz. Itu cewek yang memecahkan gelas di restoran Yuks Makan tempatku bekerja. “Hai, ketemu lagi” kataku setelah Hafiz memperkenalkan nama cewek itu. Namanya Dini, Ia berada di fakultas Ekonomi yang mempunyai rambut panjang sebahu dan muka yang sangat cantik. Tidak heran mukaku agak merah ketika  Dini menatapku langsung ke mata kecilku.
“Eh iya, lo kerja sambilan ya disitu” tanyanya. Suaranya membuatku tidak biasa mengeluarkan satu katapun, jadi aku mengangguk saja. Selanjutnya kami mengobrol tentang design rumah yang ingin Dini buat. Setelah Ia menjelaskan secara detail, terjawablah semua pertanyaan ku. Dini membuat design ini untuk membangun rumah dari tanah yang diberikan ayahnya, yang pasti bukan untuk tugas kuliahnya.
“Jadi kapan aku datang kerumah lo?” tanyaku. Ia memintaku untuk mengajari membuat design itu. “Ya terserah lo aja, kapan bisanya” jawabnya. Perdebatan enteng masalah waktu pun selesai, aku memang orangyang mempunyai banyak pekerjaan. Jadi aku menetapkan pukul 11 malam sampai 12 untuk mengajarinya membuat disign. Dini pun setuju denganku.
....
“Gila lo ya, kerumah cewek malem-malem” teriak Rendi di tempat kos. “Ya gue bisanya jam seginian” jawabku sambil melepaskan pakaian kerja sambilanku, lalu bersiap menuju rumah Dini. “Oo.. emang ngak dimarahin sama orang tuanya?” tanyanya lagi. Aku memasukan Laptop dan buku panduan aplikasi AutoCad kedalam tasku “Dia ngak tinggal sama orang tua, cuaman ada pembatunya doang”. “Tapi kayanya boleh itu, bermalam disitu” Rendi tersenyum nakal. “Dasar,  jorok pikiran lo” kataku sambil melemparkan sebuah kaos kaki ke mukannya dan keluar dari tempat kosan.
Rumah Dini tidak jauh dari tempat kosan ku hanya berjarak sekitar 1 km. Saat didepan rumah, belum sempat aku menekan bel, Dini sudah membukakan pintu untuk ku. Rumahnya besar dan aku melihat ada kolam berenang disamping kanan rumah itu. “Capek ya jalan kaki?” tanyanya dengan penuh perhatian. “Ngak kok udah biasa gue” jawabku. Ia hanya tersenyum manis dan project kita pun dimulai. Dini sangat mudah memahami semua yang aku ajarkan. Buku panduan yang aku pinjamkan juga dibacanya dengan teliti.
Satu jam tidak berasa, Ini sudah waktunya aku pulang. “Besok datang lagi ya Bimo” katanya saat mengantarkan aku  keluar pintu gerbang rumahnya. Matanya menatapku dengan tajam seakan tidak ingin melepaskanku. “Oke deh Din, sampai ketemu besok” jawabku lalu meninggalkannya.
Tujuh hari berlalu dengan malam dirumah Dini. Kelakuannya kepadaku juga semakin berbeda, kita semakin akrab dan sering bercanda ketika bertemu. Aku merasa aku jatuh cinta dengannya, dan Ia merasakan hal yang sama denganku. Ini merupakan malam kedelapan aku dirumahnya. Kini Ia mengajakku untuk belajar dikamarnya, dan tepatnya ditempat tidur Dini. Kami mengerjakan project ini sambil tengkurap bersebelah dengan Laptop berada didepan.
Untungnya malam ini adalah malam terakhir bagiku mengunjungi rumah Dini. Tepat pukul 12 tengah malam, design rumahnya selesai, hasilnya sangat memuaskan. “Makasih ya Mo, udah sabar ngebantuin sekaligus ngajarin gue” kata Dini. Kami belum berpindah posisi, masih dalam posisi tengkurap dan berhadapan. “Ia sam-sama” jawabku, diluar dugaan Dini memegang tanganku, aku pun tersentak kaget. “Lo mau gak nemenin gue malam ini? Pembantu gue pulang kemaren” katanya dengan memelas. Pantas saja tadi aku tidak melihat siapapun dirumahnya. Aku terdiam tidak tahu harus berkata apa.
Tetapi mata kami saling betatapan lurus, lalu kepala kami pun otomatis berdekatan. Tak lama kemudian bibir kami sudah saling menempel dan bertautan. Ini ciuman pertamaku. Aku tidak tahu harus bekata ciuman ini adalah keindahan saat 5 detik pertama atau musibah ketika sekarang aku sudah ada diatas badan dini. Aku tidak dapat menahannya lagi, Libidoku dan Dini sudah tinggi, aku tidak bisa menceritakan perasaanku sekarang
....
Sebuah sinar matahari pagi memancar terang dan mata ku terbuka sekejab. Hal pertama yang aku rasakan adalah penyesalanku dengan Dini yang berada dipelukanku. Kami juga tidak memakai sehelai benang pakaian, badan kami hanya tertutup selimut. Aku pun terbangun dan duduk sambil berkata “Ya Tuhan, apa yang aku lakukan?” yang jelas-jelas aku melakukan sesuatu secara sadar tadi malam. Yaitu meniduri Dini. Dini yang tadinya masih tidur pun terbangun, lalu Ia memeluku dengan satu tangannya, dan tangan yang lain tetap memegang selimut untuk menutupi tubuhnya.
“Kamu meniduri ku semalam” katanya polos. “Apa kamu sudah ngak perawan lagi?” tanyaku, yang menurutku itu pertanyaan terpenting. “Tidak, kamu ngak masukin kok” jawabnya pelan. Aku pun lega mendengar hal itu, lalu Kami lalu saling berpandangan lagi. “Jadi gimana kalau kita pacaran aja? Aku udah tahu kok rasanya tubuh kamu” tanyaku secara nakal dan aku pun tidak menyangka kalau aku bisa senakal itu. Dini hanya tertawa, lalu memukulku dengan tinjuan sayangnya. “Boleh kok aku terima, tapi janji ya kita ngak akan melakukan yang seperti ini selama pacaran?” Dini menyodorkan jari kelingkingnya.
“Oke aku setuju” lalu jari kelingking kami saling bersalaman erat. Aku pun berpakaian dan bersama dengan Dini menuju ke kampus dengan status In Releatioship dengan Dini. 

8 komentar:

  1. Alhamdulillah...masih ada pemuda pemudi yang tdk mengumbar hawa nafsunya

    BalasHapus
  2. Alhamdulillah...masih ada pemuda pemudi yang tdk mengumbar hawa nafsunya

    BalasHapus
  3. Alhamdulillah...masih ada pemuda pemudi yang tdk mengumbar hawa nafsunya

    BalasHapus
  4. Biasanya kebanyakan cerita nya ngarang :v Jadi Gk seru deh :(

    BalasHapus